Catatan Luka
19 Desember 2021, itu yang ku lihat, tatkala melihat kalender yang sedari tadi ku bolak balik.
Aku menghela nafas, rasanya baru kemarin, ternyata sekarang, semua itu terjadi sudah hampir 2 tahun yang lalu. Masa kelam yang dulu, ku kira tak bisa ku lalui, nyatanya masih memberi ruang untukku berdiri tegak hari ini.
Jika kalian bertanya, apakah ada kata maaf dari sang penggores luka kala itu? Jawabannya, tidak. Tidak pernah ada kata maaf yang terucap, atau penjelasan logis yang layaknya aku, dan keluargaku dengar.
Hidup memang seperti roller coaster, kadang di atas, kadang di bawah. Kala itu, dengan semua kata indah yang terucap, perilaku menyentuh yang menenangkan, dan janji, yang meyakinkan ku, bahwa masa depan yang ku miliki, akan indah bersamanya. Namun nyatanya, semua berbanding terbalik dengan apa yang terjadi.
Aku tidak menyesali apa yang terjadi, karena hal itu, aku kini tahu, bahwa manusia pada dasarnya memang hanya tempat untuk menebar janji. Namun, terkadang enggan untuk menepati.
Bangkit dari kegagalan, berproses untuk kembali meyakinkan diri ini, bahwa aku sangat berharga, bukan perkara mudah. Ayo lah, dia yang dulu ku percaya, sudah membuatku jatuh hingga di titik yang aku pun, tak sanggup untuk membayangkan.
Namun, semua sekarang sudah berakhir. Perlahan, aku menemukan diriku lagi, mencoba mencari celah menuju cahaya, yang akan mengantarkanku pada kata bahagia.
Aku, sudah baik-baik saja.
Aku, berharga. Dan teruntuk kamu, si penggores luka, jika di kehidupan selanjutnya, Tuhan memberi mu kesempatan untuk bernafas kembali, semoga tak ada lagi jiwa yang kau hancurkan seperti aku.
Tertanda, jiwa rapuh yang kini sudah berdiri tegak melebarkan sayapnya.