Friendshit
Pada akhirnya, jiwa yang tersakiti ini adalah pemenangnya
Beberapa minggu setelah obrolanku dengan Dasha, aku kembali bertemu dengan mantan sahabatku.
Pertama kalinya, setelah apa yang terjadi hari itu, aku kembali sosok itu. Sosok yang dulu, ku kira dapat kuandalkan dan kusebut sahabat. Namun nyatanya, Ia menjadi sosok jahat dalam hidupku. Si tokoh cerita, yang tercatat sebagai pemberi noda terhadap sucinya kata persahabatan.
Aku, membencinya.
Awalnya aku berniat untuk berjalan melewatinya begitu saja. Namun tak ku sangka, Ia memanggil namaku.
“Gue sama Jupiter engga jadian, Tal,” ucapnya. “Gue, minta maaf. Gue bener-bener minta maaf.”
Aku tersenyum, tak ada rasa hatiku ingin bertanya, tentang alasan mengapa mereka tak jadi mengukuhkan janji bersama. Karena aku merasa, hal itu tak lagi penting. Orang yang menilaiku hanya karena cerita orang lain, tak akan pernah pantas kusebut kekasih hati. Dan orang, yang menggores luka, meninggalkan seolah aku tak pernah ada, tak akan pernah pantas, aku sebut sahabat.
Ingatanku buyar, tatkala seorang jurnalis kembali memberikan pertanyaan padaku, seolah terbawa arus mesin waktu, yang mengajakku kembali ke masa dimana kelam itu tak lagi ada.
“Emangnya, engga ada perasaan sakit hati, kak? Nulis cerita kaya gini, pasti butuh keberanian yang besar, kan?” Tanyanya.
Aku kembali tersenyum. “Saya merasa sakit hati, itu emang bener. Saya punya krisis percaya diri, susah percaya sama orang lain, itu juga bener. Tapi, saya engga mau, kalau semua hal buruk yang saya alami itu, jadi penghambat bagi saya buat terus berkembang jadi pribadi yang lebih baik. Semua luka yang saya tuangkan ke dalam karya ini, ibaratnya jadi tanda, kalau saya udah bangkit. Saya engga takut lagi, engga ngerasa terbebani lagi, waktu saya ingat kejadian itu. Disini saya bisa nunjukkin, kalau saya udah sepenuhnya berdiri tegak, jadi pemenang yang dulu sempat terbuang.”
Dan, begitulah bagaimana ini berakhir. Aku tak pernah menyesal akan hadirnya mereka di hidupku. Rasanya memang menyakitkan, dan meberi trauma mendalam, tapi tak apa, kini aku sudah berdiri lagi.
Aku, sudah bisa mencintai diriku lagi. Aku berharga, dan sedang terus belajar, untuk mengizinkan jiwa lain menebar bahagianya dalam ceritaku.
Untuk kamu, yang dulu ku kira memberi bahagia namun berujung menoreh luka, ku harap, tak ada lagi jiwa yang bernasib sama denganku. Karena sungguh, rasanya menyakitkan.
Dan untuk kamu, yang ku kira sahabat sejati. Ingatlah, segala sesuatu yang diniatkan buruk, tak akan berakhir bahagia. Semoga, kamu sudah menyadari itu.
Tapi, tak apa. Karena kini, aku sudah berdiri lagi. Aku pemenangnya.
Kau datang tak kala sinar senjaku telah redup Dan pamit ketika purnamaku penuh seutuhnya Kau yang singgah tapi tak sungguh Kau yang singgah tapi tak sungguh Kau bukan rumah