Iya Ndul
“Tapi kan kamu belum nikah, Kala. Enggak akan bisa buat angkat anak. Alana kan istilahnya jadi donatur buat anak itu, tapi dia enggak secara hukum ngurus surat buat jadi walinya,” kata Ital. Kakaknya Kala.
Setelah pulang dari panti kemarin, Kala udah bertekad buat rawat Lucy. Audy aja sampai mangap enggak mingkem lagi. Enggak deng bohong, masa enggak mingkem serem amat.
Kebetulan hari ini Ital sama calon suaminya ke Bandung, mau ada urusan enggak tau apa. Jadi ya Kala bilang kakaknya gitu.
Kala diem tuh kan, iya juga sih. Ya maksud Kala tuh ya dia enggak langsung main ngurus semua sendiri, bakal ngomong dulu ke keluarganya. Tapi, ya buat nyumbang semua kebutuhan Lucy sih itu tetep. Itung-itung gantiin Alana.
“tapi kita bisa urus itu buat kamu. Mbak juga enggak akan bisa punya anak, Kala.” Ital natap Kala, gitu juga sebaliknya. Sebuah fakta yang Kala baru tahu saat ini, kalau kakaknya enggak akan bisa punya keturunan. “Mbak?”
Ital ketawa. “Enggak apa-apa, kalau bisa punya anak pun, Mbak sama Mas Azar emang mutusin buat chidfree kok. Nanti kita bisa ambil hak asuh Lucy buat kamu. Secara tertulis, orang tuanya ya Mbak sama Mas Azar. Tapi kamu tetep bisa jadi Papanya. Nanti kita bisa atur yang penting Lucy aman sama kamu. Gimana?”
“Mama setuju enggak ya, Mbak?”
Ital pindah duduk ke sebelah adiknya itu. Hari ini buat pertama kalinya setelah kepergian Alana, Kala bisa semangat lagi. Dari cara Kala cerita tentang Lucy tadi, Ital tau kalau Lucy udah kasih harapan baru buat Kala.
“Mama pasti setuju, minggu depan kan Mama ke Bandung juga. Nanti kita semua ke panti, ya? Kita ketemu Lucy. Apa aja, yang penting Kala seneng.”
“Makasih Mbak. Kala jadi Papa, hehe.”