Obrolan dengan Mama dan Si Kembar
“Kala udah mikirin ini berkali-kali dan keputusan Kala udah bulat, Kala enggak mau nikah.”
Mama, Oliver dan Olivia menatap Kala dengan pandangan yang Kala sendiri enggak tau artinya apa. Tapi enggak lama, si kembar duduk di sebelah Kala dan peluk kakaknya itu. “Whatever makes you happy, big bro. Bahagia enggak harus menikah,” kata Olivia.
“Mas Kala ngapain aja terserah asal bener dan Mas seneng, Oliver dukung.”
Huhuhu ini adek-adeknya yang biasanya nyebelin sekarang jadi baik banget begini.
“Ma?” panggil Kala. “Kala tau mungkin ini kecepetan buat Kala bilang begini, karena kuliah aja Kala belum selesai. Tapi Kala enggak mau kalau bukan Alana.”
Ini tuh tempatnya di kosan by the way, di kamarnya Kala. Ya iya kamarnya Kala masa kamarnya Babas.
Eh eh, Babas tapi ada tau di kamarnya lagi ngomong sama cupang.
Balik lagi ke Kala nih ah ngapain nganuin Babas.
Kala natap mata Mamanya tuh kayak takut, Kala tau hal kayak gini sensitif banget dan apa, ya? Enggak semua orang menormalkan hal kayak gini.
“Come here.” Mama merentangkan tangannya tanda buat kasih peluk. Kala senyum dong terus langsung peluk Mamanya, diikutin si kembar. “Mama sama Papa khawatir banget waktu kamu pilih FK, kami takut Kala enggak senang disana karena itu bukan yang kamu mau. Tapi waktu Kala mau jujur kalau Kala enggak nyaman disana dan mau ikut SBMPTN ulang, kami seneng banget. Kami seneng karena Kala udah mau berjuang buat mimpinya Kala.”
Pintunya kan agak kebuka yah, kebetulan Kenzo lewat jadi keliatan terus anaknya senyum liatnya.
“Mama dan Papa disana, akan selalu dukung apapun yang Kala mau asal itu baik dan bikin Kala senang. Kalau nanti Kala enggak mau menikah enggak apa-apa Nak, Mama yakin Papa disana juga enggak akan masalah.”
“Mama enggak kecewa?”
“Mama akan kecewa kalau Mama liat Kala enggak bahagia, Kala anak baik harus dapat yang terbaik. Semua anak-anak Mama, baik itu Krystal, Kala, Oliver, Olivia, semua berhak bahagia dan dapat yang terbaik.”
Huhuhu andai Mbak Ital disini.
Abis itu udahan lah pelukannya ya ges ya abis pegel lah kalau kelamaan, teletabis juga bukan.
“Namanya Lucy,” kata Kala sambil nunjukkin fotonya Lucy. “anak asuhnya Alana, selama ini Alana yang jadi donatur buat anak ini. Dia tinggalnya di panti asuhan, Kala mau jadiin dia anak Kala, Ma. Tapi kata Mbak Ital, kalau Kala enggak nikah enggak akan bisa, ya?”
“She's pretty. Nanti ajak Olaf dan Oliver ketemu.”
Kala cengir tuh. “Iya nanti Mas ajak ketemu.”
Mamanya tuh ngeliatin Kala kayak yang sedih campur bangga. Gimana, ya? Naluri ibu sih, liat anaknya yang udah enggak ada semangat hidup tiba-tiba bisa berdiri lagi tuh duh...
“Setau Mama, meskipun perempuan atau laki-laki single bisa kok, adopsi anak. Persyaratan umumnya sama seperti pasangan yang sudah menikah, cuma kalau yang single, harus ada izin langsung dari Menteri Sosial dan/atau kepala instansi sosial. Proses pemberkasannya juga akan lebih panjang, tapi bisa kok nanti Mama bantu,” kata Mama. “nah tapi, Kala kalau benar-benar mau adopsi Lucy, harus tunggu sampai usia Kala sekitar 30 tahun, karena usia minimal untuk adopsi anak itu 30 tahun, gimana?”
Kala diem tuh, sekarang kan dia masih umur 20 tahun, kalau gitu 10 tahun lagi dong baru bisa resmi adopsi?
“Kita bisa jenguk dia seminggu atau sebulan sekali Mas, enggak apa-apa.”
“Kalau nanti dia tiba-tiba enggak mau ikut Kala gimana, Ma? Sepuluh tahun lagi berarti dia udah sekitar 13 tahun.”
Hm, ya gimana Ndul kalau sekarang enggak bisa. Kalau mau sama Mbak Ital juga harus nunggu usia pernikahannya at least lima tahun dulu.
“Kalau sama Mama aja adopsinya, bisa enggak?”